Last the Moment - Good Bye

Ada banyak hal yang ingin kukatakan. Apa kau ingin mendengarnya? Kurasa tidak, tapi ketika kau pergi waktu itu... itu mengingatkanku pada apa yang telah terjadi sebelumnya. Maaf, aku tidak bisa mencegahmu, aku tak dapat mengatakan ‘Jangan pergi’ karena aku hanya bisa memandangi punggungmu yang mulai menjauh meninggalkanku sendiri. Entah apa yang kurasakan saat itu, tapi dalam hati aku MERINDUKANMU. Mengertilah !!
“Kau mau?” ujar lelaki jangkung dengan balutan jaket dan topi kupluk diatas kepalanya. Sebuah lolypop yang ia sodorkan kearah wanita yang sedang duduk dikursi kayu panjang dibawah pohon maple yang berguguran. Waktu itu adalah musim semi, ketika musim semi tiba... malam terasa singkat dan siang menjadi panjang. Kau mungkin tak dapat memikirkan hal-hal yang konyol atau mungkin seperti bungkulan bunga yang tiba-tiba berhamburan diatas kepalamu. Tidak mungkin, sebab saat itu kau tak akan mengerti kemana arah fikiran konyol itu berjalan.
“Kau seperti anak kecil” ujar wanita berambut hitam panjang itu. Gesekan angin menggerakkan poni-poni kecilnya, lembut. Beginikah musim semi, kau tau... musim semi saat ini sangatlah berbeda seperti musim semi lainnya. Mengherankan, jika semuanya menjadi dingin, entah ulah angin atau sesuatu apa itu yang lembut, yang tidak kita ketahui arahnya dan membuat kedinginan itu seolah menjelajari sekitar tempat ini.
“Benarkah, itu tidak seperti yang aku fikirkan. Ada apa? Kau berada ditempat ini pasti telah terjadi sesuatu” ujar lelaki itu, seolah merasakan apa yang ada dalam hati wanita yang tengah duduk mengangkat kepala, menikmati pelukan angin dan membiarkan daun-daun maple menjatuhi wajahnya. Kau tidak akan sadar, meski kau telah mengetahuinya. Sebab fikiranmu kau biarkan melonjak dalam kekacauan hidup yang kau ciptakan sendiri, terserahlah... jika mereka disana menertawakanmu. Bukankah lebih baik? Atau kau mencoba memperburuk keadaan dengan membalas mereka. Tidak mungkin.
“Sesuatu telah terjadi? Aku hanya ingin menikmati hari pertama musim semi. Adakah masalah untukmu? Bagaimana dengannya?” sarkatis, namun lelaki itu benarkah tidak sadar? Dengannya? Apa kau tau maksudnya? Tidak, sepertinya akan membingungkanmu dan kau tidak akan mengerti kemana ini akan dimulai. Dan saat itu, kau pun akan mengerti dengan semua ini, entahlah. Cobalah untuk pahami semuanya, sebab itu tidak boleh membingungkan fikiranmu.
“Dia...?!” terdengar terperanjat. “Bagaimana menurutmu? Akankah lebih baik jika bersama dia?” ujarnya, seolah itu memberatkan batin dan fikirannya untuk mengucapkan hal seperti itu. Bersama? Kemana arahnya, kau bingung bukan? Apakah sudah terjadi. Mereka bersama? Tanpa sepengetahuannya. Kau menyembunyikannya. Bagaimana menurutmu? Itukah lebih baik?
“Mengapa bertanya? Kufikir kau sudah memikirkan hal yang terbaik. Jika itu baik menurutmu? Bagaimana lagi?” wanita itu berucap, dia menarik ujung rambutnya dan menyematkan ditelinganya. Benarkah dia mengatakan hal seperti itu? Bagaimana perasaannya? Kau mungkin tidak akan percaya. Mungkinkah sama halnya dia menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin diketahui orang lain? Lihatlah ruang matanya? Apa kau tidak melihat dengan jelas beningan embun yang telah memenuhi ruang mata kecilnya itu? Dan apa kau tidak menyadarinya, ketika dia mengangkat kepala membiarkan dirinya memandangi langit yang cerah diawal musim semi ini?.
Lelaki itu melenguh, sedari tadi dia berdiri didepan wanita berambut panjang itu. Apa dia mengerti? Dan bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran yang telah ia simpan juga? Kau mungkin akan mengambil tindakan bodoh dan itu akan berakibat fatal, sama seperti hal sebelumnya. Jangan biarkan menangis, sebab... mungkin kau tak akan bisa lagi menghiburnya. Lakukanlah, apa yang terbaik menurutmu. Benar!! Itu kata-kata yang pernah ia dengar. Dia mengambil tempat duduk didekat wanita itu. Wanita itu sedikit tersentak, dia mengalihkan mata memandangi sosok lelaki yang duduk disebelahnya, lelaki yang tengah tersenyum memandanginya. Hamir saja, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Begitu pula sebaliknya, mungkin itu takdir. Apa kau percaya dengan takdir? Bagaimana jika takdir itu berubah, atau takdir itu semakin sulit. Semakin sulit untuk dilewati. Siapa yang akan mengerti? Mungkin kau tidak akan bisa mengartikannya, tapi jika takdir itu benar-benar bersamamu, untuk apa ditolak? Karena takdir bukan penolakan, lihailah dalam memikirkannya. Untuk sekali lagi.
“Aku akan pergi?” lelaki itu berujar dan berhasil membuat wanita itu langsung memperbaiki tempat duduknya. Sepertinya mencoba untuk mendengar lebih jelas lagi. Apa telinganya telah salah menyimak ucapan lelaki itu? Tidak mungkin. Kau belum tahu hal ini. Mengapa tiba-tiba? Pergi? Berarti akan meninggalkan tempat ini. Kemana? Mengapa sebelumnya tidak memberitahu? “Aku akan pergi minggu depan” ulangnya, mencoba memperjelas lagi. Lelaki itu tersenyum, sementara wanita itu kebingungan. Secepat inikah?
“Kau akan kemana?” wanita itu heran, benar-benar heran. Apa ini perpisahan? Apa mereka tak akan bertemu lagi? Kau belum tahu kemana perginya bukan? Sepertinya ini akan menjadi sebuah pertanyaan yang akan kau tunggu jawabannya. Secepatnya!!
“New York, ibuku memintaku ke sana. Aku akan pindah dan tinggal disana” ujarnya sembari tersenyum kearah wanita itu. Keputusan yang tiba-tiba. Bagaimana bisa mengambil keputusan seperti itu?
“Kau akan pergi dan meninggalkan kami?Secepat itukah? Mengambil keputusan itu, apakah sudah difikirkan baik-baik?” ujar wanita itu, ia menunduk. Tentu saja, sedih. Kau tidak melihatnya? Memperhatikan wajahnya yang memerah. “Kau akan meninggalkan dia juga?” lanjutnya. Pertanyaan macam apa itu?. “Bukankah kalian baru saja...” dia tidak ingin melanjutkan kata-katanya. Itu hanya akan menyakiti hatinya. Benar-benar menyakitinya. Dia menahan beningan itu yang semakin memenuhi ruang matanya, ini tidak bisa dibiarkan.
“Kami tidak ada hubungan apa-apa. Apa yang kau fikirkan sebenarnya? Andai saja aku bisa membaca fikiranmu. Hahaha” lelaki itu tertawa terbahak. Tidak, tapi lihatlah wajahnya. Kau melihatnya? Bukankah itu seperti dipaksakan? Apa hatinya menangis? Apa yang kau tahu soal hati? Benar, andaikan seperti itu. Bisa membicara fikiran orang ya? Bukankah itu konyol?
“Benarkah? Kufikir... saat itu? Kau.,” wanita itu menutup wajahnya, memerah? Dia tersipu malu. Selama ini dia salah, fikirannya dari kemarin benar-benar kacau. Salah, dia salah menerka. Kau benar-benar tidak membiarkan logikamu bermain, rupanya. “Oh... maaf” langsung, kata itu lebih tepat dari pada malu sendiri. Ini tidak ada hubungannya dengan bintang yang bersinar itu, tapi kau tidak pernah menyaksikan kunang-kunang yang berkeliaran ditengah musim dingin, bukan?
Waktu itu benar-benar tiba. Sungguh? Aku benar-benar tak bisa mencegah itu terjadi. Entah kenapa aku tidak bisa mengejarmu? Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada diriku? Bahkan kakiku sendiri tidak bisa untuk digerakkan. Tenggorokanku... dan tenggorokanku. Aku tidak bisa mengeluarkan suaraku sendiri, tolonglah. Jangan pergi, kembali. Jika kau tak ada.. aku benar-benar sendiri, aku sendiri. Aku tidak memiliki siapapun lagi. Jika kau pergi, aku kesepian.
Wanita itu berdiri dibawah pohon cemara yang rimbun. Desahan angin dimusim semi seakan memeluknya erat. ‘Dia akan pergi? Benarkah? Aku tidak akan membiarkannya pergi. Tidak akan’ ujarnya dalam hati. Dia memandangi ribuan bintang di langit. Apa dia sedang memohon?.
“Mengapa sendirian... Velax?” ujar sebuah suara, kau tahu... malam itu bulan benar-benar terang. Mungkin purnama? Dia melihat sosok berjalan dibawah rembulan yang terang. Jelas kau bisa melihatnya. Wanita itu tersenyum, bahagia. Dia akan membujuknya agar tidak pergi. Itu harus, tidak akan dibiarkan.
“Avraks..?” suara nyaring wanita itu menyambutnya dengan senyuman. Embun dimatanya masih terlihat, kau mengerti bukan? Dan sekarang dia bahagia, lelaki itu masih berada disisinya. Untuk saat ini.
“Velax” panggil lelaki itu. Dia semakin mendekat kearah wanita itu, dan wanita itu menunggunya dengan senyuman. Mungkin dia gembira? Tidak. Coba kau lihat wajah lelaki itu? Bukankah dia seperti sedih? Lebih tepatnya dirundung duka.
“Pagi ini, pamanku meninggal” lanjutnya, dan membuat wanita itu tersontak kaget. Benarkah? Kau belum mengetahui itu? Apa dia bersedih, coba kau lihat lebih dalam lagi wajahnya, dia tidak berbohong. Pada kenyataannya memang seperti itu?
“Pamanmu meninggal?” wanita itu mengulang kembali, dia menunduk. Apa dia berfikir, dan apakah kau akan mengubah keputusanmu untuk membiarkan lelaki itu pergi? Hei, fikirkan lagi.
“Velax” lelaki itu memanggil namanya, ketika melihat wajah wanita itu murung. Kemudian memiringkan tubuh wanita itu. Dia saling berhadapan. Apa kau akan mengerti satu sama lain? Cobalah terbuka, dan katakan sebenarnya ! Lelaki itu menarik tubuh wanita itu kedalam pelukannya, terang saja wanita itu tersentak. “Aku senang tinggal bersamamu dan bersama mereka, aku senang karena kalian adalah orang baik. Terimakasih, karena telah menerima dan menyambutku dengan hangat” lelaki itu semakin memeluk lembut wanitanya. Tapi, andaikan kau melihatnya. Embun itu sudah keluar dan menjadi buliran air yang kini membanjiri wajah wanita itu. “Maaf, aku harus pergi. Mengertilah. Aku tidak mungkin tinggal disini lagi. Selamat tinggal...” lelaki itu melepas pelukannya dan pergi meninggalkannya. Sendirian. Dibawah cahaya rembulan.
Mengapa wanita itu tidak mengatakan apa-apa? Lihatlah, kau bisa melihatnya dengan jelas. Dia menangis, tidak kuat menahan tubuhnya dan dia terduduk jatuh. Melihat punggung lelaki itu yang semakin menjauh. Mengucapkan selamat tinggal semudah itu? Benar-benar menyedihkan. Menangis... sendirian dibawah rembulan dan ribuan bintang.

Aku tidak bisa mencegahmu. Aku bingung, aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Apa yang kau lakukan padaku? Kau sama sekali tidak melihat kebelakang. Kau sama sekali tidak berbalik dan membantuku berdiri. Apa yang kau lakukan padaku? Kembalilah, kumohon. Aku tidak ingin kau pergi, jangan mengucapkan selamat tinggal semudah itu. Kumohon... kembalilah Avraks !!
END
Previous
Next Post »