Love of Being - Aku Tidak Yakin


27 Desember 2013, Cherrystone, washingtone
Aku dan Sam menghabiskan waktu untuk jalan-jalan hari ini. Suasana begitu ramai di batting center. Toko swalayan yang tidak jauh dari sekolah. “Apa kau tidak mau membelikan Daniel sesuatu?” tanyanya pada akhirnya. Aku mengernyit dan menggeleng, “Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya”
“Kau jangan berbohong Ever, matamu mengatakan bahwa kau mencintainya. Apa karena Avril?” dia berlari mendekati orang berjualan topi kupluk di pinggir jalan. “Aku akan membeli ini. Sebentar” ujarnya, kemudian menyerahkan beberapa lembar uang kearah wanita paruh berkulit gelap itu. “Aku tau kau mungkin kesal dengan gadis itu karena dia selalu mendekati Daniel. Tapi bukankah mereka hanya teman?” lanjutnya.
“Bukan begitu”
“Lalu? Kenapa kalian tidak pacaran saja?”
“Kau jangan bercanda Sam”
“Tidak, ini benar. Daniel menyukaimu dan kau juga menyukainya? Daniel sudah berterus terang padamu, apa kau akan terus membohongi dirimu sendiri?”
“Itu bukan cinta. Dia tidak mencintaiku, dia hanya ingin bersamaku. Dia tidak ingin kehilangan diriku”
“Itu hanya perasaanmu saja. Jika dia tidak ingin kehilangan dirimu, itu karena dia benar-benar ingin memilikimu”
“Tidak, tidak seperti itu. Dia hanya menganggapku teman” kami berhenti dijembatan layang dekat sungai, lelaki tua membawa plastik berisi permen kapas menuju kearah kami.
Kami menikmati sore ini diatas jembatan layang sambil menyesapi manisnya permen kapas. Orang yang tadi sudah pergi, beberapa pasangan tengah berkencan didekat sungai ramfil-nama sungai itu-.
“Itu hanya perasaanmu Ever, cobalah berterus terang pada dirimu sendiri” lanjut Sam,
“Aku tidak ingin pacaran untuk-”
“Saat ini? dan belajar? Ayolah itu bukan sebuah alasan Ever. Wajar, karena kita sudah remaja” jelas Sam
Aku mendengus, “Memang, tapi.. aku masih belum terlalu mengerti Sam”
“Tentang apa? Daniel? Atau dirimu? Hubunganmu?”
“Bukan-”
“Lalu”
“Ada sesuatu yang aku takutkan. Sekarang, dia bisa saja mengatakan bahwa dia mencintaiku. Tapi suatu saat dia bisa saja mengatakan hal yang berbeda. Aku belum terlalu percaya, karena dia belum mengerti apa-apa. Dan sepertinya aku juga belum mengerti apapun. Tentangnya” jelasku
“Itu terserah kau saja Evv. Yang jelas aku sudah mengingatkanmu. Oh iya, ini.. berikan pada Daniel” ujarnya memberikan kantung plastik hitam padaku. “Kasihan dia tidak ikut dengan kita. Oh, iya.. bagaimana hubunganmu dengan Katie? Aku belum pernah mendengar dia berbuat onar lagi?” ujar Samantha.
“Entahlah, aku senang karena dia tidak mengganggu lagi. Aku juga jarang melihatnya”
“Apa kau tidak penasaran?”
“Tidak sama sekali. Aku ingin pulang” ujarku
“Kau duluan saja, aku masih ingin mampir di toko shopping sana. Kita berpisah ditempat ini. Bye Ever” ujarnya dan meninggalkanku.
Hari sudah terlihat kekuningan, senja sepertinya akan memasuki peraduan dan malam pun akan bertandang dari sore menuju gelap yang akan terhiasi oleh bintang-bintang dan bulan. Aku menunggu Daniel di depan gerbang rumah, dia sama sekali tidak kelihatan. Kami berpisah semenjak pulang sekolah, aku merasa kami semakin jauh. Dia yang menjauhiku atau aku yang menjauhinya? Aku tidak mengerti, tapi semakin aku mengatakan aku tidak menyukainya malah menjadi perbedaan dari apa yang aku fikirkan. Aku semakin ingin bersamanya dan melihatnya setiap hari. Tapi aku sendiri tidak terlalu mengerti. Ini mungkin akan menjadi sesuatu yang panjang. Suasana semakin malam dan mungkin akan lama juga menunggunya-dia belum muncul-.
Dari arah seberang, aku melihat bayangan yang mengenai sinar bola lampu dekat rumahku. Dia berjalan sambil mendongak.“Daniel” dia berhenti, mungkin dia terkejut oleh suaraku tadi yang memanggilnya.
“Apa kau menungguku?” dia tersenyum dan berjalan kearahku.
“Ini, aku hanya memberikan titipan dari Samantha. Aku tidak menunggumu”
“Kau jangan berbohong. Kau menungguku-kan?”
“Tidak. Aku masuk”
“Ever” dia menarik pergelangan tanganku. ‘Apa lagi sekarang?’ aku berbalik dan dia menunduk.
“Tahun baru nanti, akan ada perayaan. Kau mau pergi bersama, kita akan melihat kembang api bersama di jalan south dekat distrik perabatasan alezuela?” ujarnya melepas tanganku.
“Akan ku fikirkan” ucapku dan memasuki halaman rumah. Aku meninggalkannya yang mungkin masih berada disana. Sesampai didepan pintu, aku melihat nya memasuki halaman rumah Dylan dan bersamaan dengan aku yang menutup pintu, lalu tubuhnya lenyap dibalik pintu.
“Kau darimana?” tanya ibuku yang duduk disofa ruang tamu bersama Troy.
“Dia habis berkencan dengan tetangga sebelah bu”
“Tidak benar, diam kau. Aku diajak oleh Samantha pergi ke batting center, katanya ada yang mau dibeli. Ibu masak apa?” ujarku mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
“Kau lihat saja dimeja makan. Kau mandi dulu, lalu makan” perintah ibu, aku bergegas kekamar dan kulihat Troy nyengir kearahku. ‘Anak kecil, kau mau mempermainkanku? Awas kau’

Aku menuju kamar dan hendak mandi. Aku terkesiap ketika mataku berhenti kearah jendela. Lampu kamar Daniel menyala, dia sedang apa? Aku maju beberapa langkah, tapi sepertinya tidak ada siapa-siapa. Arght, aku harus segera mandi dan makan. Tidak ada waktu untuk memikirkan dia. Tapi aku tidak yakin, benarkah?. Sekali lagi aku tidak yakin. Karena, perasaan ini semakin tidak dapat kukendalikan. Semuanya seolah ingin mendengar dan mengikuti kata hatiku. ‘Dan aku tidak begitu yakin, mungkin ketika Daniel menyatakan perasaannya sekali lagi, apakah aku akan tetap seperti ini?’ Rasanya ingin selalu bertemu.
Previous
Next Post »