Love of Being - Awal Bagi Daniel


20 November 2013, Cherrystone, washingtone
Aku berjalan ditengah keramaian koridor kelas dan melihat Daniel berdiri sambil bersender di pilar koridor. Aku berjalan tepat di hadapannya sambil memalingkan wajah kearah lain.
“Hei...” panggilnya dan aku pun berbalik, kemudian aku menuju kearahnya. Dia sudah berdiri tegak disamping koridor.
“Bagaimana kabarmu pagi ini?” tanyaku.
“Yah, baik. Dan setidaknya cuaca terlihat sedikit lebih cerah dari kemarin” ucapnya dan tersenyum kearahku, aku sedikit terkesiap dan-
“Aku pergi, oh ya... aku sangat menyukai senyummu. Jadi... kuharap kau akan selalu tersenyum pada semua orang. Ingat, jangan memasang wajah musuh kearah yang lain” ucapku dan berlalu meninggalkannya. Aku bahkan melontarkan kalimat itu, kalimat yang tak seharusnya kuucapkan pada orang yang telah menolakku.
SCENE Other
Daniel, pria itu terlihat kaku dan terdiam ditempat. Baru saja dia mendengar pujian dari seseorang yang kurang lebih 2 bulan ini dekat dengannya. Dia sedikit merasa keanehan menggerogoti seluruh hatinya, apakah dia harus mengikuti ucapan gadis itu.
“Aku menyukai senyummu. Jadi... kuharap kau akan selalu tersenyum pada semua orang” kata-kata itu semakin berputar dalam memory otaknya, entah ia harus mengikuti ataukah tidak? Tapi kenyataan berkata...
Daniel berjalan ditengah koridor dengan tubuh tegap, dia memperhatikan sekeliling. Memang, kian banyak orang tak memperhatikannya. Kelakuannya-lah yang membuat semua orang menjauh meninggalkannya.
Ditengah perjalanan, tak sengaja seseorang membentur tubuhnya hingga membuat ia berhenti ditempat.
“Ma-maaf, a-aku tidak sengaja. Benar, a-aku benar-benar tak sengaja” suara parau itu mulai terdengar ditelinganya. Gadis itu benar-benar merinding dihadapan Daniel, dia mengangkat kepala dan sesuatu yang tak terduga, hingga membuat pipi gadis itu benar-benar memerah.
“Tidak apa-apa” ucap Daniel dan tersenyum manis kearah gadis itu. “Kau tidak marah?” tanya gadis itu memastikan.
“Aku tidak mempermasalahkan ini. Jika kau berjalan, sebaiknya kau berhati-hati dan pandanganmu harus lurus kedepan” ucap Daniel, benar-benar lembut. Sehingga beberapa gadis lainnya pun mulai mendekat kearahnya.
“Daniel... kau sungguh tidak marah?” tanya gadis lainnya.
“Iya... sudah, aku pergi dulu” ucap Daniel kembali tersenyum dan melambai meninggalkan gadis-gadis itu.
“Apa kau tak melihatnya? Dia benar-benar keren” ucap gadis lainnya.
“Ternyata dia memiliki sisi positif juga. Ini benar-benar keren” ucap gadis pirang dengan rambut panjang yang dikuncir kuda. Mereka terpesona akan senyuman Daniel. –Dia benar-benar berbeda-.
“Daniel...” seseorang memanggil namanya dengan nada tinggi, hingga dia berbalik kemudian bingung dengan pria jangkung yang berada dihadapannya.
“Kau siapa?” tanyanya kemudian, jelas-jelas pertanyaan-nya membuat pria yang dihadapannya ini heran dan hanya bisa mengeluarkan nafas pasrah.
“Kau tidak mengenalku? Hei bukankah kita berada dikelas yang sama?” tanya pria itu dengan lontaran kebingungan.
“Maaf... aku benar-benar tidak mengenalmu” ucapnya dan berlalu meninggalkan pria jangkung itu yang hanya menggelengkan kepala pelan.
“Kurasa kau melupakan sesuatu yang pernah kau lakukan juga, hhh” ucap pria itu setengah berbisik.
“““

Aku menyusuri koridor kelas yang penuh dengan sesak keramaian para siswa-siswi Cherrystone. Hari ini benar-benar penuh dan sesak. Akankah aku kembali setelah mendapat penolakan? Entah aku akan memikirkan itu atau tidak? Yang jelas, aku ingin belajar untuk sekarang ini. Kau tahu? Nilai ku benar-benar jatuh, aku tidak mau tahu apa penyebabnya walaupun aku benar-benar mengetahuinya. Mungkin ke perpustakaan lebih baik dari pada terlalu sering melihatnya. Aku memasuki ruangan itu, melihat seisi perpustakaan. Sepi dan tenang. Aku mengambil tempat duduk dekat jendela, hembusan angin melesak lewat celah jendela yang terbuka. Tirai orange beterbangan pelan mengikuti gesekan angin yang lewat. Aroma disini benar-benar alami. Aku menaruh kedua tanganku diatas meja lalu menidurkan kepala dan bersender diatas tangan kiriku. Aku benar-benar lelah, sangat lelah.
“Hei... Ever” Dari arah seberang jendela, kepala sesorang tiba-tiba menyembul dan tersenyum kearahku.
“Kau siapa?” tanyaku.
“Kau tidak mengenalku? Bukankah kita satu kelas? Kau sama saja seperti Daniel. Oh... Aku Ralf. Ralf Carrot” ucapnya, dia berpegangan pada balkon jendela, sesekali ia memperbaiki topi yang berada diatas kepalanya.
“Ada perlu apa?” tanyaku,
Dia tersenyum.
“Aku ingin mengatakan, kalau aku menyukaimu”. Aaah... apa-apa’an dia? Itu bahkan tidak benar, terlihat jelas dalam raut wajahnya.
“Kau berbohong” sinisku.
“Hahahaha... ketahuan ya. Oh... Kalian sering bersama bukan?” ucapnya,
“Dengan siapa?” tanyaku penasaran.
“Daniel”. Oh... pria itu?.
“Ralf, cepatlah...” seseorang berteriak dari arah kejauhan. Aku melangkah menuju jendela.
“Siapa?” tanyaku penasaran.
“Temanku, baiklah... aku pergi. Jaga hubunganmu dengan Daniel. Daah” dia melambai dan menyusul beberapa pria yang mengenakan pakaian baseball.
“Hhh...” aku melemaskan tubuhku di balkon jendela,
“Ternyata kau ada disini” aku tersentak ketika wajah Daniel tiba-tiba muncul dijendela. Ini benar-benar spontan.
“Bisakah kau tidak mengejutkan orang lain?” tanyaku masih memegang dada, rasa keterkejutanku benar-benar spontan, bagaimana bisa dia bersikap tenang seperti itu. Sementara ia hampir membuat orang lain mati karenanya.
“Ada apa kau kesini?” tanyaku membenarkan cara duduk.
“Akhir-akhir ini, aku jarang sekali melihatmu. Apa kau bermaksud untuk menghindariku?” ucapnya memainkan bolpoin milikku.
“Itu hanyalah perasaanmu saja, sebaiknya kita keluar” ajakku dan berdiri, dia mengikutiku dari belakang.
Kami melewati koridor kelas, beberapa gadis terlihat berbisik-bisik dan sesekali tersenyum ke arah Daniel. Selang beberapa menit aku mengangkat kepala dan kulihat dia tampak tegap dan cuek dengan gadis-gadis disekitar yang tengah tersenyum kearahnya. Hhh... dia bahkan tidak tahu, betapa simpatiknya gadis-gadis itu terhadapnya. Kami berbelok ditikungan koridor dan menuju kelas.
“Woy... Daniel, Ever” seseorang menyerukan nama kami berdua. Di bangku pojok belakang kulihat Ralf tengah duduk dengan Samantha, mereka seperti tengah membicarakan sesuatu.
“Kau mengenalnya?” tanya Daniel padaku.
“Dia Ralf... aku baru saja bertemu dengannya, ketika di perpustakaan” jelasku.
“Aku juga baru saja bertemu dengannya. Aku baru tahu, selain dirimu ternyata ada juga yang memanggil namaku” ucapnya tertawa. Tidak, bukan hanya aku dan dia. Kau bahkan tidak menyadari di luar sana banyak gadis-gadis yang simpatik terhadapmu. Aku menuju kearah Ralf dan Sam, kemudian diikuti oleh Daniel dibelakang.
“Bagaimana? Apa dia mengganggumu? Ah... kufikir tidak, sepertinya kau cepat sekali berada di perpustakaan” celoteh Ralf.
“Daniel...” panggil Ralf, dan “Ah... bukankah kita baru saja bertemu? Aku Daniel” ucap Daniel.
“Ralf Carrot, kuharap kita bisa menjadi teman”.
“Ah... tentu saja, kita sudah menjadi teman”.

“Benarkah. Aku senang kalau begitu” ujar Ralf hingga akhirnya mereka mengoceh berdua dan aku hanya memandangi awan yang seperti berkelopak ditengah langit biru. Kufikir ini adalah awal bagi Daniel, ketika ia akan mulai dikelilingi oleh banyak orang. Kuharap untuk seterusnya akan seperti ini.
Previous
Next Post »