5 Oktober 2013, Cherrystone, washingtone
Saat jam istirahat tiba,
aku langsung meninggalkan kelas bersama Samantha... “Waah... disini indah ya..”
ucap Samantha menari-nari di taman belakang sekolah. Aku bernaung dan duduk
bersender dibawah pohon ek yang rindang dan lebat. Udara disini sangat segar. Aku dapat merasakan
hembusan angin lembut yang menerpa tubuhku.
“Ever... kau terlihat lelah
sekali, Oh... aku akan mencari minum dikantin, kau tunggu saja disini” ucap Samantha
dan berlalu meninggalkanku. Sepi... akhirnya aku dapat ketenangan. Ketenangan
yang kuinginkan, ketenangan yang akhir-akhir ini sulit kuraih... Setelah
berhubungan dengan beberapa orang yang mulai masuk dikehidupanku yang kurasa
itu tak mungkin, selain Samantha. Aku mencoba memejamkan mata barang sejenak.
SCENE Other
Ever, gadis itu terlelap dalam tidurnya. Tanpa
sepengetahuannya, seorang pria datang menghampiri dan tersenyum kearah gadis
yang tengah bersender dalam lelap itu. Dia memperhatikan wajah Ever, kemudian
terdengar suara derap langkah kaki mendekat kearahnya,
“Ever... ak-” suara itu berhenti.
“Sssst...” sambil tersenyum pria
itu menaruh telunjuk dibibirnya
meminta gadis itu untuk diam. Kemudian gadis itu berlari meninggalkan mereka
berdua. Setelah kepergian gadis itu, pria yang tak lain adalah Daniel, dengan
lahan-perlahan, ia mengambil kepala ever dan menjadikan pahanya sebagai bantal
untuk Ever. Dia
tersenyum melihat gadis itu terlelap dalam tidur dan dia-pun menikmati hembusan
angin yang lewat.
AKU terbangun dan
kudapati... “Hei...” dia tersenyum.
“Hah.. D- Daniel? Sejak kapan kau?
Ah... aku terlambat” aku bangun dan berniat untuk berdiri, tapi tangannya
menutup mataku hingga aku terjatuh dan berbaring kembali.
“Sudah... tidur saja lagi”
ucapnya, aku memegang tangannya yang ada di atas mataku “Kenapa kau tidak
membangunkanku?” tanyaku, dia hanya tersenyum.
“Karena kau tidur dengan sangat
lelap dan juga kau terlihat manis saat tertidur”. Ucapan apa itu? Kenapa dia
mengatakan hal yang membuatku speechless
-lagi-? Jangan-jangan dia sengaja tidak membangunkanku?. Hari ini... cuacanya
sangat cerah. Pasti diriku yang dulu tak pernah menyadari bahwa langit terlihat
begitu biru cerah. Aku sadar... duniaku mulai meluas. Semua kebisingan yang
selama ini kudengar, kini terasa nyaman. Nyaman sekali.
“Daniel...” aku bangun dan
berbalik kearahnya. Dia tersenyum..
“Aku bersyukur dapat bertemu
denganmu. Aku sudah mulai menikmati kehidupanku ini” ucapku. Kini kehidupanku
berubah dan penilaianku tentang beberapa hal berubah. Aku tahu siapa yang merubahnya... Daniel.
Terimakasih, aku senang bertemu denganmu.
“Daniel...” aku memanggil nya
lagi.
“Hm...?”,
“Aku menyukaimu..” Aku
mengatakannya, a-aku
benar-benar mengatakannya.
A-apa
yang akan dia fikirkan, bagaimana ini? Kurasa keringat dingin membanjiri
tubuhku.
“Hm... heh..” dia tersenyum, apa
dia mengejekku?
“A-aku berbohong”.
“Kenapa wajahmu me-merah? Kau
seperti anak kecil yang baru saja diambil permennya oleh anak nakal” ucapnya
tertawa, Apa dia bersikap dewasa?.
“Lalu...? apa kau mau pacaran?”
tanyanya,
“Apa? Pa-pacaran?, hei aku hanya
berbohong” ucapku, huh...
“Benarkah? Hm... syukurlah”. Apa?
Apa yang dia katakan? Apa yang sebenarnya difikirkan oleh pria ini?.
10 oktober 2013, Cherrystone, washingtone
Aku dan Daniel duduk dihalaman
belakang rumahku sambil menikmati senja yang akan kembali keperaduannya. Dia
mengambil bunga lili milik ibuku,
“Ini bagus...” dia bergumam lalu
duduk disampingku.
“Kau menyukainya?”
“Hm...” dia menghenduskan
hidungnya kearah bunga itu. Apa ini suatu kebiasaan? Kufikir ia... Dia
bertindak seperti orang gila. Dari pintu belakang kulihat Troy tersenyum evil
kepadaku lalu ia berjalan kearah kami.
“Hei Daniel... apa kakakku selalu
membuat masalah?” ucapnya, lalu duduk disamping Daniel, Daniel memandangku
sejenak lalu beralih ke Troy.
“Kufikir, tidak” ucapnya.
“Troy, sebaiknya kau masuklah
kedalam sebelum kau yang membuat masalah ditempat ini” aku menimpali. Dia
menghendus kesal dan masuk meninggalkan aku dan Daniel.
Daniel sibuk dengan bunga
lili-nya sementara aku berdiam diri dengan fikiranku sendiri.
“Apa kau tahu... Tuhan memutuskan
kapan manusia mendapat keberuntungan atau kesialan, jadi semuanya akan terlihat
seimbang”
ucapnya dan membuatku tersentak dari lamunan anehku.
“Awalnya... aku tidak mempercayai
itu sama sekali, menurutku... itu hanyalah omong kosong belaka. Tapi
akhir-akhir ini aku berfikir. Bertemu denganmu adalah saat-saat beruntungku,
jadi itu semua menjadi seimbang. Semenjak bertemu denganmu, banyak hal-hal baik
yang terjadi padaku” ucapnya melemparkan batu krikil kecil kearah pagar kebun
kecil milik ibu lalu beberapa detik kemudian tersenyum kearahku. Aku menyerah.
“Daniel...” aku memanggil
namanya. “Hm...?” dia menatapku heran.
“Aku mencintaimu...” ucapku, aku
sudah memutuskannya dan aku mengulangi kejadian itu, raut wajahnya terlihat
berubah, sepertinya-terkejut. Dia memainkan bunga itu sambil menatap pohon holy
yang masih kecil, disebuah kebun yang terbilang tidak terlalu
luas milik ibuku.
“Saat itu kau mengatakan
‘syukurlah’ setelah aku mengatakan aku berbohong. Aku tau, kau tidak ingin
kasih sayang dariku... tapi aku telah jatuh cinta padamu, Daniel. Apa yang
harus aku lakukan?”ucapku akhirnya, bola mataku masih menatap kearahnya,
berharap dan berharap.
“Kau ini... mengutarakannya
secara terus terang”,
“Itu karena kau terus
berpura-pura” sela-ku .
“Aku memang mencintaimu, tapi... mungkin
cintaku tidaklah sama dengan cinta yang kau rasakan” jelasnya melempar batu
krikil kecil kearah kebun milik ibuku.
“Sejujurnya... aku memiliki
pandangan buruk terhadapmu, Ever...” lanjutnya.
“Oh... aku tak perlu
mendengarnya, itu... yah, terserah kau saja. Tapi... aku tak ingin
mendengarnya” ucapku gelagapan.
“Hahahaha..., kau lucu sekali” ia
menyentuh kepalaku dan mengelusnya pelan. Kupastikan wajahku benar-benar
memerah, ya tuhan... Jelas dia telah menolakku.
“Aku akan menunggu, yah... aku
akan menunggu sampai kau menyukaiku. Dan aku akan mengatakannya untuk yang
ke-dua kali, ketika kau telah mulai mencintaiku” ucapku, aku harus menunggu,
menunggunya untuk kuraih dan kudapatkan. Setelah mengucap kata yang seperti
itu, aku merasa tenang dan tersenyum kearahnya.
“Hm... aku akan menunggu” ucapku.
Tiba-tiba dia berdiri dan tersenyum kearahku,
“Jadi... kau akan menunggu sampai
aku menyukaimu?” kembali ia bertanya.
“Iya...” ucapku spontan. Dia
berjongkok dihadapanku, dan mendekatkan wajahnya kewajahku. Sangat dekat,
terbilang sejengkal anak jariku. ‘Apa yang kau lakukan? Selalu saja seperti
ini? Berhentilah bermain-main denganku. Baru saja kau menolakku, bahkan tidak
sampai lima menit, kau telah berlaku seperti ini. Jadi kumohon jangan
berpura-pura. Daniel-. Bisikku dalam hati.
“Aku belum mengerti apa-apa
tentang cinta” ucapnya, seperti berbisik.
“Bagiku... itu semua hanyalah
sandiwara dunia. Sandiwara yang menyatukan seorang manusia dengan lain jenisnya
kemudian dunia merenggut kebahagiaan yang selama ini dibangun... dalam cinta
mereka. Adakalanya bahagia dan adakalanya bersedih. Bukankah semuanya menjadi
seimbang? Kau tidak akan pernah selalu bahagia, kau juga akan merasakan
kesedihan. Dan aku sangat takut akan dunia kesedihan itu, karena aku pernah
merasakan kepahitan dunia yang belum pernah kau rasakan. Hhh... akhirnya aku berbicara
ngelantur. Jangan perdulikan aku” ucapnya yang langsung menegakkan tubuhnya.
“Baiklah... mungkin aku terlalu
lama ditempat ini. Sebaiknya aku pulang saja, aku takut Dylan khawatir. Aku
pergi” ucapnya berdiri dan meninggalkanku.
“Tunggu...” ujarku setengah
menjerit, dia menghentikan langkahnya
“Aku... aku benar-benar akan
menunggumu. Memang, tuhan merencanakan semuanya agar menjadi seimbang, kesedihan
dan kebahagian, canda tawa dan duka, sial dan mujur asal kau.. tahu seimbang
itu akan menjadi penyempurna dalam hidup. Kau tidak akan mengerti jika kau
tidak menikmati hidup ini ”
ucapku, dan dia berbalik kemudian setengah tersenyum.
“Terimakasih... Kau
terlalu memperhatikan dan menjaga hidupmu agar lebih tertata. Baiklah, aku pulang”
ucapnya dan melangkah meninggalkan ku sendirian ditaman belakang ini.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon