Aku berjalan didepannya,
kami sudah sampai dihalaman rumahku dan akupun berbalik kearahnya. Buliran
bening mengalir diwajah putihnya. “Kenapa kau menangis?” ucapku sedikit
mendekatinya.
“Aku bahagia, yah... aku menangis
bahagia. Terimakasih” dia berterimakasih padaku. Apa ini? Aku ingin menangis.
Tidak... hampir menangis. Ada apa denganku?. Entah dorongan apa yang membuatku
seperti ini, aku memeluk tubuhnya, dirinya dan mencoba untuk menenangkannya.
“Aku akan coba untuk datang
kesekolah besok” ucapnya.
“Em... tenanglah, kau akan
bahagia ketika kau dikelilingi oleh banyak orang. Dan kau akan mendapatkan itu”
ucapku, lalu melepas pelukanku.
“Eh... Ever, sepertinya aku
menyukaimu. Ketika kau memelukku jantungku berdebar begitu cepat. Aku
menyukaimu, yah... aku memang menyukaimu”. Ucapan itu membuatku takut sekaligus
merinding, bagaimana bisa kau mengatakan hal aneh seperti itu, bahkan kita baru
saja bertemu.
“Ti-tidak, itu mungkin hanya cinta
sesaat. Kau pasti akan melupakannya” ucapku menenangkan suasana, apa yang
dikatakan benar-benar menakutkan. Itu tidak benar dan tak mungkin terjadi.
“Benarkah? Aku tidak akan mungkin melupakanmu. Baiklah...
sekarang masuklah” suruhnya dan aku pun meninggalkannya yang berdiri dihalaman
rumahku. Ini adalah ungkapan cinta yang pertama kali dari Daniel. Hhh... apa
yang kufikirkan? Bahkan saat ini, aku belum bisa fokus pada satu hal.
“Hei... bagaimana dengan tetangga
sebelah itu?” aku memalingkan wajah mencari sosok pemilik suara itu. Ya
tuhan... Troy, dia sedang berdiri di dekat jendela dan menyingkap setengah
tirai-nya, apa dia melihatku.
“Berhentilah berdiri disitu, apa yang kau
lakukan?”ucapku sarkatis.
“Melihatmu dengan tetangga
sebelah” ucapnya santai.
“Hei diam kau, kau bahkan tak
tahu apa-apa” ucapku acuh dan berlalu meninggalkannya.
11 september 2013, Cherrystone, washingtone
Aku kembali bertemu dengan Daniel
disekolah, ketika melihatnya saja, wajahku langsung memerah. Aku bahkan mencoba
untuk menghindar darinya. Aku mengunjungi perpustakaan, dimana Daniel tidak
berada ditempat itu. Aku mencoba untuk tidak mengingat kejadian itu. Aku ingin
fokus pada satu hal.
“Hei... ternyata kau berada
ditempat ini. Aku sudah menduganya” bagus, bahkan aku belum sempat membuka
lembaran buku kimiaku.
Eeh… sekarang
hidupku tak lebih dari ribuan gangguan yang datang.
“Ada apa?” tanyaku dingin,
selanjutnya ia memegang keningku.
-Sepi,
hangat, bening dan indah... Apa itu? Seakan membuat dadaku terguncang hebat
dengan perasaan itu. Kupu-kupu seperti mengeliliku ditengah padang bunga yang
luas. Apa ini?-
Aku mencoba menepis perasaan aneh
yang seakan menjelajar dalam diriku ini.
“K-kenapa kau memegang keningku?”
tanyaku heran, ku pastikan wajahku memerah.
“Memastikan apa kau baik-baik
saja !!” ucapnya, lalu duduk disebelahku.
“Tentu aku baik-baik saja” hari-hariku benar-benar berubah total.
“Apa kau ingin belajar? Aku tidak
akan mengganggumu. Kau perlu belajar bukan? Sekarang lanjutkanlah belajarmu.
Aku akan diam disini dan tidak akan mengeluarkan suara. Bukankah kau harus
belajar untuk hal tertentu? Jika itu adalah hal yang kau perhatikan maka aku
harus memperhatikan itu juga” ucapnya,
oh... apa itu salah satu cara seseorang perhatian, ah dia perhatian
kepadaku? Wajahku benar-benar memerah saat ini. Aku bahkan tidak fokus untuk belajar
lagi. Aku menatap Danil yang sedang
membaca buku arkeologi.
“Hei... ada apa?” tanya Daniel
dan itu membuatku tersentak kaget. Hhh tadi itu apa? Aku bahkan tak menyadari
apa yang kulakukan.
“Daniel... apa kau mau kekantin bersama?”
tanyaku akhirnya dan diapun mengangguk setuju.
Kami berjalan berdampingan
dikoridor kelas, suasananya begitu kaku. Suasana yang biasa ribut dikoridor pun
sepi ketika Daniel lewat, hanya bisikan dari beberapa orang yang terdengar. Aku
mengangkat kepala melihat pria ini, dia tetap percaya diri meski diluar sana
banyak yang membicarakan dan takut padanya. Aku belum mengerti tentang pria
ini.
“Hm... ada apa?” tanyanya, ini
bahkan terdengar polos ditelingaku. Aku menunduk, menatap lantai koridor yang
kupijaki.
“Daniel... sebenarnya aku sama
sekali belum belajar” kami berhenti di tikungan koridor dekat mading. Dia
mendekatkan wajahnya padaku dan menarik kerah bajuku. Satu sentuhan hangat
menyentuh bibirku hingga membuat adrenalin dalam tubuhku berdesir naik, aku
membulatkan mata sampai membuat bola mataku hampir keluar. Aku bagai linglung
ketika sentuhan itu berakhir, A... apa yang dia... lakukan?.
“Huh.. Hatiku tidak berdebar?”
I..ini a..apa yang dia lakukan?
Aku mundur beberapa langkah, kepalaku terasa berputar-putar. Samar-samar aku
mendengar ia berkata.
“Kenapa tidak? Kenapa hatiku
tidak berdebar-debar seperti kemarin? Hm... jadi aku tahu bahwa kau tidak
membuat hatiku berdebar”. Hah...
a-apa
yang ia k-katakan?.
“Aku penasaran kenapa” Dia
tersenyum kearahku, wajahku masih memerah.
“Hatiku tidak berdebar seperti
sebelumnya, tapi aku tetap mencintaimu”. Keringat dingin terasa disekujur
tubuhku.
“Hei... ayolah cepat, nanti waktu istirahatnya
berakhir” Ia mendahuluiku dan aku hanya terpaku dengan wajah merah merona
memandang punggungnya. Bagaimana bisa dia bersikap tenang seperti itu? Seperti
tidak pernah terjadi apa-apa? Kesadaranku pun normal kembali dan aku berjalan
mengikutinya. Kejadian tadi benar-benar mengejutkanku, aku menarik nafas pelan.
Bagaimana ini bisa terjadi?
Kami duduk di bangku paling pojok
dan aku hanya menunduk malu mengingat kejadian itu.
Aku memesan hot dog, sandwich, dan rice pilaf, aku menghabiskan
makanan itu dan aku memesan kembali.
“Kau memesan makanan lagi? Apa
kau masih lapar?” ucapnya,
“Diamlah... aku harus mengalihkan
fikiran dengan makanan !” aku sedikit mengeraskan suara. Kejadian itu kembali
terputar dalam kepalaku... Hhh, dadaku masih berdebar, mungkin karena aku
dikejutkan secara tiba-tiba, iyah... pasti begitu.
“Ehm... Ini pertama kalinya aku makan
seenak ini. Pasti makanan apapun akan terasa enak bila aku menyantapnya
bersamamu” ucapnya, seperti panah yang menusuk hatiku secara tiba-tiba...
kenapa kau tersenyum? Debaran aneh ini tak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Tapi setidaknya, aku sedikit
tahu alasannya.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon