Love of Being - C'mon... ikutlah denganku


Aku duduk dikursi belajar dan menopang dagu dengan tangan kanan. Kemudian mengambil map cokelat yang diberikan mrs. Rose padaku tadi disekolah. ‘Hhh... melelahkan’. Mataku tertuju pada jendela kamarku yang terbuka, hembusan angin seakan masuk bergantian, beberapa detik kemudian aku bangun dari tempat duduk dan beranjak meninggalkan kamarku.
“Hei Ever...” sapa ibuku yang sedang menyiapkan makan malam.
“Hei ibu... kau masak apa?” tanyaku mendekat kearahnya.
“Sup sapi dengan sandwich balada” ucapnya tersenyum.
“Oh... bisakah kau membawa sup ini kemeja makan?” pinta ibu dan akupun melakukannya.
“Ermm... bu, apa kau tahu keluarga Schrifer?” tanyaku pelan.
“Iya... ibu tahu, hanya saja... keluarga itu tertutup. Mereka jarang bersosialisasi, seperti dirimu” ucap ibu mengejek. Kemudian menuju wastafel air mencuci tangannya dan akupun mengikutinya.
“Ayolah bu... aku serius”.
“Iya memang kenyataannya seperti itu. Hm... tak jarang kau mendesakku seperti ini?” ucap ibuku dan mengambil kain putih dengan sedikit rajutan benang ditengahnya kemudian menge-lap tangannya yang basah. Hhh... kau menjengkelkan bu.
“Baiklah, kalau begitu aku tidak akan bertanya lagi” ucapku dan pergi meninggalkannya menuju kamarku, kemudian mengambil map coklat itu lalu keluar lagi.
“Bu... aku pergi sebentar, aku tidak lama. Sebelum makan malam aku akan pulang. Aku pergi...” ucapku dan sempat aku mendengar ibuku yang berteriak Hei... kau mau kemana? akupun tak menghiraukannya. Rumahnya bersebelahan dengan rumahku, aku hanya menyeberangi jalan kecil yang tidak sering dilewati oleh mobil-mobil atau bahkan transportasi lainnya.
Aku menarik nafas pelan dan berdiri didepan rumahnya. Lalu memberanikan diri memencet bel... suara derap kaki terdengar dari dalam dan...
“Ada apa?” tanya seorang pria tersenyum kearahku.
“Mmm... aku Ever, Cash Everdeen. Apa Daniel ada?” tanyaku sopan.
“Kau teman Daniel?” tanya pria itu.
“I...iya” jawabku dan...
“Daniel, Daniel... keluarlah sebentar. Seseorang mencarimu. Masuklah...” ajaknya dan akupun mengikuti. Aku melihat isi dalam rumahnya, ini keren... beberapa lukisan Kahlil Gibran terpampang di tembok putih pucat itu.
“Kau duduklah dulu... akan kupanggilkan Daniel” ucapnya dan aku mengikuti kata pria itu. Tak lama kemudian dua orang pria datang kearahku, satunya orang yang tadi dan satunya kufikir itu... Daniel.
 “Ada apa?” ucapnya sarkatis. “Kau duduk dulu, temanmu mencarimu” ucapnya kearah Daniel.
“Aku akan membuat minum untukmu sebentar” lanjut pria itu tersenyum padaku.
“Tidak perlu, aku tidak lama” jawabku. “Ini...”.
“Oh... sudah kuduga, kau pasti salah satu mata-mata dari sekolah yang diperintahkan oleh guru botak sialan itu?” ucapnya kesal. Apa? Apa aku seperti seorang mata-mata sekarang?.
“Ti... tidak. Kau salah faham. Aku kesini... hanya mengantar ini” ucapku
“Apa itu?” tanya pria yang sebelumnya menemuiku diluar.
“Ini dari mrs. Rose untuk Daniel” ucapku dan memberikan map coklat itu pada Daniel.
“Katanya... kau juga harus masuk sekolah, kalau tidak kau akan dikeluarkan” ucapku dan dia membuang muka kearah lain. Ah... pria ini. 
“Baiklah... aku akan pergi” ucapku. Pria yang tak kutahu selain Daniel itu mengantarku sampai pintu.
“Rumahmu dimana?” tanyanya lagi sebelum menutup pintu rumah itu.
“Disana...” jawabku tersenyum dan diapun membalas dengan senyuman.
“Oh... tetangga ya?” ucapnya, aku hanya mengangguk dan... pergi.
SCENE other
Dia temanmu-kan?. Dia terlihat ramah” ucap seorang pria dengan tubuh tegap dan kulit putih pucat sama seperti pria yang sedang duduk di atas sofa berwarna kuning keemasan itu, sementara pria yang diajak bicara hanya membuang wajah kearah lain.
“Daniel, datanglah kesekolah jika kau tidak ingin kakak dan ayahmu datang dan membawamu ketempat itu lagi” ucapnya duduk disamping pria yang diajak bicara -Daniel-.
“Hhh... itu bukan harapanku Dylan” ucapnya berdiri dan menuju kamarnya. Sementara pria yang bernama Dylan itu hanya menggeleng pelan dan menyandarkan punggungnya disendaran sofa itu.
“Aku sudah terlalu banyak belajar. Aku lelah… semuanya sudah kupelajari. Aku bosan”
Daniel berdiri di depan jendela dan melihat kearah luar. Memandangi rumah bergaya victoria yang bersebelahan dengan rumahnya. ‘Gadis itu temanku, dan aku sama sekali tidak mengenalnya’ ucapnya dalam hati lalu menutup tirai jendelanya.
Ia mengambil jaket dengan campuran warna hitam pada bagian bawah dan atasnya berwarna hijau dengan tulisan X18SCREAMO di punggungnya kemudian beranjak keluar.
“Hei Daniel... apa kabar?” tanya seorang pria yang tengah duduk disamping Dylan.
“Baik... ada apa kalian kesini?” tanya Daniel memasukkan tangan pada saku celananya.
“Hei... jangan bersikap seperti itu pada temanmu” ucap pria lainnya dengan baju kotak-kotak berwarna hitam putihnya.
“Teman ya?” ucapnya tersenyum,
“Aku mau pergi sebentar, hanya berjalan-jalan saja” ucapnya dan berlalu meninggalkan mereka.
“Ah... kita bahkan belum meminta uang padanya” ucap pria bertopi yang terlihat lebih muda dari beberapa pria lainnya.
“Ayo pergi...” ajaknya kemudian meninggalkan Dylan sendirian dengan asap rokok yang mengepul disekitar ruangan itu.
“““

AKU duduk di pinggir tempat tidur, tadi itu... melelahkan dan mengganggu. Aku masih terbayang akan raut wajah pria itu. Maksud ku Daniel, wajah yang kelam dan dingin. Kalian tau... aku pernah mendengar cerita tentang pria itu, dia suka berkelahi, clubbing dan sering memukul siapa saja yang ia tidak sukai. Mungkin itu salah satu alasan kenapa dia sering tidak masuk sekolah, tapi... apa perduliku? Sempat aku melihat lampu yang menyala di rumahnya, yeah lewat kamarku... ternyata aku bisa melihat kamarnya dari sini. Dia berdiri dengan angkuhnya menatap kosong kearah luar jendela.
“Ever...” panggilan itu hampir membuatku terlonjak dan akupun keluar menemui ibuku yang memiliki khas baritone itu.
“Ada apa bu...?” tanyaku dan... oh tidak, apa yang membuat dia datang kerumahku?
“K-kau?” ucapku gugup, matanya terlihat berbeda, dan oh tidak...
“Bisakah kau ikut denganku sebentar?” tanyanya dan akupun mengangguk.

“Aku pergi sebentar bu..” teriakku bersamaan dengan suara decitan pintu rumahku. Dan kini aku berjalan dibelakangnya.
Previous
Next Post »