Love of Being - Hei... What's the Problems??


Cafetaria
Sebenarnya apa yang aku lakukan ditempat seperti ini? Dan siapa mereka? 4 orang pria dengan tampang aneh.
“Woi... kita bertemu lagi... siapa gadis ini? Daniel...?” tanya seorang pria yang mungkin jauh lebih kecil dari Daniel, dia memperhatikanku seakan melihat aneh padaku.
 “Dia Ever... temanku” ucap Daniel sinis. Aku mulai memakan roti panggang yang baru saja dibawakan oleh seorang waitress.
“Daniel... uang jajanku sudah habis, bisakah kau memberikan aku uang? Untuk kali ini saja. Ayolah” ucap pria itu lagi. Aku melihat Daniel merogoh saku jaketnya dan memberikan uang pada pria itu, kemudian ia mengatakan dengan dingin
“Pergilah...”. Setelah mereka menerima uang dari Daniel mereka pergi meninggalkan tempat itu. Apa yang difikirkan oleh pria ini?.
“Apa yang kau fikirkan? Kenapa kau memberikan uang pada mereka?” tanyaku akhirnya sambil menyesap cream cappuchino yang masih hangat.
“Mereka orang baik... sekaligus orang yang pertama menjadi temanku. Mereka juga tidak sekolah. Dan kau... kau adalah gadis yang pertama kali datang kerumahku” ucapnya. “Bagaimana dengan sekolah?” lanjutnya.
“Kenapa kau bertanya seperti itu? Apa kau akan datang kesekolah?” tanyaku. Matanya menyipit dan aku hanya bisa menelan ludah.
“Aku tidak pernah mengatakan akan datang ketempat itu” suaranya dingin dan suasananya berbeda, wajahnya berubah jadi suram. “Yang kutanyakan bagaimana keadaan sekolah disana?” lanjutnya, suasana kembali tenang.
“Seperti biasa...” jawabku santai. “Oh ya... apa setiap hari mereka minta uang padamu? Orang-orang yang tadi?” lanjutku.
“Iya...” dia menyesap cappuchino-nya.
“Kenapa kau memberikannya? Kau bodoh. Kalau aku jadi dirimu... aku tak akan memberikan uang pada orang yang seperti itu. Lebih baik aku tak punya teman sama sekali dari pada memiliki teman yang seperti mereka. Aku sudah terbiasa sendiri” ucapku dan... rambutku terasa basah dan hangat. Dia menyiramku dengan kopinya.
“Kau keterlaluan” ucapnya dan pergi meninggalkanku dengan basah dibagian kepalaku.
“Hei...” belum sempat dia keluar dari cafetaria. Yah... bagus, tepat sasaran. Aku kembali melemparnya dengan kopiku dan mengenai tubuhnya. Aku langsung berlari. Hhh... apa masalahnya? Kenapa dia melakukan ini padaku? Bukankan aku sudah mengatakan apa adanya? Kenapa dia harus marah? Aku terus berlari sampai rumah dan langsung menutup pintu rumahku.
“Kau kenapa Ever? Kenapa kau berlari?” tanya ibuku yang sedang duduk di sofa ruang tamu. “Dan... basah” ayahku melanjutkan. Dia sedang membaca koran. “Kau kenapa?” tanya ibuku terlihat khawatir.
“Tidak ada apa-apa bu... aku akan membersihkan diri” aku pamit dan menuju kamar.
“Hei Ever... bagaimana kencan pertamamu dengan tetangga sebelah?” Apa? Apa ini bisa disebut kencan? Kufikir tidak sama sekali.
“Anak kecil... tau apa kau? Lebih baik kau diam dan pergi dari kamarku sekarang!!”. Dia adikku, Troy Gilldeen.
“Benarkah? Apa terjadi sesuatu antara dirimu dan tetangga sebelah itu?” tanyanya, kau telah menyulut api kemarahan Troy.
“Pergi sekarang Troy... atau akan kupanggilkan kau ibu. Ibu...” teriakku dan diapun pergi dari kamarku menuju kamarnya yang berada disebelah. Aku menutup pintu kamar dan menuju kamar mandi membersihkan tubuh dan rambutku. Arght... apa yang telah kau lakukan?

10 september 2013, Cherrystone, washingtone
Aku berangkat pagi sekali, sebelum aku berangkat... sempat aku melihat rumah Daniel. Rumah itu sepi seperti biasanya. Dia sama sekali tidak terlihat, apa perduliku? Dia hanya... pengganggu!! Aku akan mampir sebentar di rumah Samantha, ternyata dia sudah menunggu didepan gerbang. “Pagi sekali?” ucapku.
“Tentu saja, jika aku tak sepagi ini... kau mungkin akan meninggalkanku seperti kemarin” ucapnya terdengar protes.
“Boleh aku tau kenapa kau meninggalkanku kemarin?” tanyanya.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berangkat sendiri”.
“Kau keterlaluan, kenapa kau melakukan hal itu?” ucapnya. Aku menanggapi dengan diam sampai akhirnya kami sampai dihalte bis dan menunggu bis lewat pagi ini.
“Hei bukankah i-itu Daniel? Daniel si hantu kelas itu. K-kenapa dia m-masuk hari ini?” ucap Samantha, aku meliarkan pandangan kesana kemari mencari sosok yang menakutkan itu. Sebenarnya aku juga takut, bagaimana jika sesuatu nanti terjadi di sekolah. Ah... tidak. Ketemu... Kenapa dia menatap kami.
“Ah... Bagaimana ini Ever, aku tak mau mati hari ini. Dia sedang menatap kita. Aku, aku belum siap mati hari ini” kau berlebihan Sam.
“Lepaskan aku. Bis sudah datang” ucapku. “Ayo...” ajakku dan kamipun menaiki bis, lalu bis berjalan. Sementara didalam bis, aku duduk bersender didekat jendela memandang jalan raya.
“Ever, lihatlah” ucap Samantha dan aku memandang seorang pria yang tengah berdiri dengan wajah dinginnya.
“Aku ingin duduk ditempat ini. Apa kau bisa pergi dari sini?” ucapnya dingin. Samantha berdiri dan pria itu langsung duduk disampingku. Aku hanya membuang wajah keluar jendela. Apa perduliku?
“Hei... kenapa kau tak memperhatikanku?”ucapnya, apa itu perlu?.
“Ternyata kau pergi kesekolah juga” ucapku.
“Aku tidak berniat untuk datang kesekolah” jawabnya,
“Lalu... Apa yang kau lakukan dengan menaiki bis ini?”.
“Mengikutimu, apa itu salah?”. Dia keterlaluan, ini melelahkan, aku hanya mengeluarkan nafas keras dan kembali memandang luar jendela bus.
SMA Cherrystone
Aku bergegas memasuki kelas dan kenapa dia selalu mengikutiku? Apa dia ingin memperpanjang masalah kemarin? Ya tuhan... “Bisakah kau ikut denganku?” ucapnya,
“Bisakah kau ikut denganku?”. Sudah beberapa kali aku mendengar kalimat itu, aku tidak ingin menanggapinya. Bahkan ketika aku di perpustakaan dia selalu ada disana.
“Ever... kau telah melakukan tugasmu” ucap mrs. Rose padaku ketika ia melihatku di perpustakaan dengan Daniel, pria itu terlihat geram pada mrs. Rose
“Ini” ucap mrs. Rose memberikan buku kecil kepadaku, rumus kalkulus terbaru. Bagus.
“Aku benci wanita tua itu, hei... bisakah kau pergi secepatnya. Kau tau... aku tidak suka melihat wajahmu itu” ucapan apa itu? Mrs. Rose terlihat ketakutan dan meninggalkan kami berdua. Aku menatapnya marah,
“Hei... bisakah kau tidak selalu mengikuti. Kau bahkan seperti penguntit saja. Kau juga tidak bisa menjaga mulutmu. Jadi... sebaiknya kau pulanglah jika kau tidak ingin datang kesekolah. Kau seperti benalu dan pengganggu” ucapku dan diapun diam, kemudian akupun pergi meninggalkannya sendirian - diperpustakaan -. Entah, aku tak perduli ‘Mengganggu’ .
Apakah aku sudah keterlaluan? Apakah prkataanku sungguh kasar, tidak pantas gadis berpendidikan seperti ku ini mengatakan hal yang demikian. Dirumah aku berfikir, aku merasa sungguh keterlaluan mengatakan hal itu pada Daniel, pengganggu? Entah apa yang terjadi padaku. Tapi... aku merasa bersalah. Tidak seharusnya aku mengatakan hal seperti itu padanya. Aku sungguh keterlaluan, aku pergi kerumahnya dan kembali bertemu dengan pria yang aku temui sebelumnya.
“Apakah Daniel ada?” tanyaku ketika pria itu akan mulai menyalakan tv.
“Dia ada, tapi... sepertinya dia tidak ingin diganggu” ucap pria itu.
“Oh... aku belum tau siapa namamu” lanjutnya dan tersenyum kearahku.
“Aku? Aku Ever, Cash Everdeen” ucapku, dia tersenyum. Lalu pria itu masuk sebentar, Beberapa menit setelah itu, diapun keluar membawa 2 gelas teh panas, asapnya masih mengepul hangat diudara.
“Ever ya? Aku Dylan, Dylan Roudten sepupu Daniel” ucapnya. Namun setelah itu suara decitan pintu terdengar dari luar.
“Ahh... kenapa Daniel berhenti memberikan kami uang? Dylan... apa sebenarnya masalah Daniel. Kalau begini terus aku tidak mau lagi berteman dengannya”. Degh... apa yang mereka katakan?
“Aku sudah tidak mau menjadi temannya”,
Aku sudah mengatakan padamu, dan kau tak percaya. Aku hanya menunduk.
“Bahkan dia terlihat bodoh kemarin, hahaha...” Hhh... aku hanya bisa menarik nafas, kemudian aku berdiri.
“Daniel...”
Apa yang aku lakukan? “Dia senang menjadi teman kalian”.
Ini salah, tidak seharusnya aku perduli. “Dia perduli, kenapa kalian berkata seperti itu? Kenapa kalian tidak menghargai teman kalian sendiri?” Tidak, apa yang kulakukan? Mataku mulai terasa panas.
“Kalian tidak boleh membohonginya”. Aku tak pernah merasa seperti ini, aku ingin menangis. Ketika melihat wajahnya waktu itu... saat dimana dia mengatakan
Mereka orang baik... sekaligus orang yang pertama menjadi temanku. Mereka juga tidak sekolah. Dan kau... kau adalah gadis yang pertama kali datang kerumahku dia salah, mereka bukan orang baik. Aku menangis sambil menundukkan wajah, pria itu mendekat kearahku
“Bukankah dia gadis yang bersama Daniel waktu itu?”. Aku takut, ketakutan.. apa yang akan mereka lakukan.
“D-daniel? A-aku hanya ingin...”.
 “Jangan menyentuhnya...” ucap suara yang kuyakini adalah milik Daniel. Aku mengangkat kepala, dia -Daniel- memegang tangan pria itu, kemudian mendorongnya.
“Pergilah Flick dan kalian juga. Jangan pernah mengganggu temanku” ucapnya kemudian mereka pun pergi meninggalkan tempat itu. Aku masih gugup, wajah yang dingin dan kaku.

“Aku akan mengantarmu pulang !” ucapnya. Rumahku tidak jauh, tapi aku tak menolak.
Previous
Next Post »