Apa kabar ? Masih ingatkah kau denganku?
Aku akan bersyukur jika kau masih mengingatku. Jika tidak, tak apalah… Itu
adalah hak mu untuk mengingat dan melupakan orang. Tidak ada yang melarangmu
untuk itu. Aku senang bisa bertemu denganmu di tempat ini.. di tempat yang
sama. Tapi kenapa kau diam? Kau tidak menginginkan hal ini?
Mengapa kau datang jika kau tidak ingin?
Aku tau… kau terpaksa dan untuk menyembunyikan sikap keterpaksaanmu kau
pura-pura tersenyum. Jangan berbohong !! Aku,
Aku juga sudah tidak ada harapan untukmu. Kurasa.. perasaanku sudah
hilang terhadapmu.
Namun, ketika melihatmu sekali lagi..
Ditempat yang sama. Tuhan telah berkata lain. Permata yang hilang telah
terlupakan untuk waktu yang cukup lama kembali bening dikisaran air yang
tenang.
Gadis
itu berdiri di pinggir jalan raya. Ia merasakan rambut hitamnnya tergerai
kebelakang oleh angin yang lewat. Dia menunggu seseorang- untuk memperjelas
lagi hanyalah seorang teman. Dia telah menunggu berjam-jam ditempat itu, namun
yang ditunggu tak kunjung menampakkan diri. ‘Ini
hanyalah waktu, apa susahnya?’ fikirnya. Jika yang ditunggu tidak akan
datang, apa susahnya untuk memberitahu dia sebelumnya supaya dia tidak berdiri
sendirian disana?. ‘Apa terjadi sesuatu?
Atau dia tidak mau datang?’ fikirannya kini berkecamuk tak karuan. Dia
duduk diatas kursi rotan di pinggir trotoar jalan. Hanya untuk menunggu yang
belum tentu datang.
Dia
tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya semula. Dia hanya memperhatikan
kendaraan yang lalu lalang lewat di hadapannya. Kosong. Dia menatap kosong
semuanya kosong. Dia hanya memandang tanpa fikiran yang tenang. Mengusik di
relungan hati yang terdalam, tersematkan oleh kisaran peluru yang tak kasat
mata. ‘Pembohong’ padahal mereka
sudah berjanji untuk bertemu hari ini. Namun jawaban pria yang ditunggu masih
remang-remang antara datang atau tidak datang.
Dia
memperhatikan beberapa anak kecil berlarian kearah kendaraan yang berhenti di
lampu merah dan bernyanyi menghibur para pengendara. Mereka menerima uang receh
setelah selesai bernyanyi dan menuju pinggir jalan ketika lampu lalu lintas
berubah warna hijau. Beberapa kali-mungkin terhitung tujuh kali dari semenjak
dia datang ketempat itu, dan dari semenjak dia menunggu. Itu-itu saja yang
ditangkap oleh matanya. Tak apalah, mungkin hanya sekedar menghibur hati yang
sedang gundah, wajah yang tengah redup dan fikiran yang sedang berkelana tak
menentu arah.
“Maaf..
apa kau menunggu lama?” seseorang sudah berdiri disampingnya. Gadis itu
memandang kesal namun beberapa menit setelahnya dia tersenyum.
“Tidak
apa” gadis itu berujar, “Apa kau mengalami masalah diperjalanan?” lanjutnya.
“Erm..
tidak, maksudku. Yah anggap saja begitu” ujar lelaki itu kaku.
‘Aku tahu dan aku mengerti’
“Ini
memang tidak penting. Maaf, karena aku merepotkanmu. Memintamu untuk datang
sementara kau pasti banyak kesibukan yang terpaksa harus kau tinggalkan” ujar
gadis itu.
“Ya..
lupakanlah. Tidak masalah” lelaki itu sedikit sarkartis. Namun gadis itu
mengerti, bahwa dia bukanlah apa-apa. Hanyalah sebuah beban yang harus ditemui
oleh lelaki itu. Keadaan memaksa untuk menemuinya. Jika tidak dibujuk oleh
teman-temannya, mungkin lelaki itu tidak akan pernah menghubungi gadis itu
lagi. Tidak akan pernah sama sekali.
“Bagaimana
keadaan dia?”
“Sangat
baik”
“Syukurlah.
Aku senang jika hubungan kalian baik”
“Tentu
saja”
Gadis
itu merunduk, sedih. Lelaki yang kini bersamanya terlihat sarkatis dan arogan.
Hanya untuk berbicara basa-basi sajakah pertemuan kali ini? Jika demikian
begitu, dia akan merasa bersalah karena benar-benar membuang waktu lelaki itu.
Cinta,
semua orang memang mudah berbicara cinta. Tapi cinta yang sebenarnya… sangat
sulit untuk ditemukan oleh orang-orang lainnya. Cinta itu apa? Apakah bukan
hanya pengorbanan? Ataukah bukan hanya kasih sayang yang sering di utarakan
oleh bibir-bibir manis? Ataukah bukan hanya tentang mau memberikan semuanya?
Gadis itu sendiri tidak tahu apa itu
cinta. Baginya menunggu dan rela meski hati sakit. Bahagia disetiap tangisan,
gembira meski hanya melihat, dan bertahan dalam tawa ketika hati berdesir
menahan rindu. “Meski tak terlihat pun
tak apa.. asal kau tertawa, kau tersenyum dan kau bahagia meski tidak bersamaku
dari pada aku bersamamu dank au hanya menampilkan kepura-pura’an malah akan
membuat hatiku semakin menderita’ ujarnya dalam hati.
“Aku
pergi” ucap lelaki itu dan berdiri hendak meninggalkan gadis itu.
“Sebentar”
“Apa
lagi?”
“Terima
kasih, kau sudah mau datang” mata gadis itu memerah “Kufikir kau tidak akan
datang. Tidak ada salahnya aku menunggumu ber jam-jam, dan aku tidak menyesal”
beberapa detik berikutnya, cairan bening membanjiri pipinya. “Ah.. ada apa
denganku?” dia berujar sendiri sembari menyapu air matanya yang mengalir tak
terbendung, dia mencoba tertawa. “Aku senang bisa bertemu denganmu lagi”
lanjutnya didalam tangis.
“Oi..”
lelaki itu gelisah, dia memegang kedua bahu gadis itu. “Jangan seperti ini”
lanjutnya khawatir.
“Tidak
apa, jangan difikirkan” gadis itu mencoba melepas tangan lelaki itu dari kedua
bahunya.
“Kuharap
tuhan merestui hubungan kalian berdua” ujarnya, ‘dan aku selalu mendoakan untuk kebahagiaanmu’ lanjutnya dalam
hati.
Lelaki
itu menunduk, “Jangan seperti ini-” dia memotong kalimatnya, “Aku tidak bisa
melihat-” lanjutnya setengah-setengah, “Melihat wanita menangis”
“Aku
akan pergi, untuk waktu yang sangat lama. Dan maafkan aku telah membuat masalah
padamu sebelumnya. Mengenai surat dan kenangan itu, sebaiknya kau buang saja-”
ucapan gadis itu terpotong sembari menunduk, “Oh… bodohnya aku. Maaf, kau sudah
membuangnya. Sesuatu yang tidak penting itu seharusnya tidak perlu untuk
disimpan” dia tertawa getir. “Kau akan sangat sibuk dan aku juga memiliki
kesibukan sendiri, aku juga tidak terlalu mengharapkan untuk bisa bertemu
denganmu. Kuharap kau selalu bahagia dan--” ujarnya. “Aku minta maaf, untuk
semuanya. Untuk masa-masa SMA kita. Terkadang, jika aku memikirkannya aku
merasa malu sendiri. Dan aku kadang menangis, kadang juga tertawa. Aku bertanya
apa yang harus aku tangisi, kehidupanku sangatlah baik. Tanpamu juga semuanya
berjalan dengan sangat baik, lalu aku tertawa untuk apa?” gadis itu masih
tersenyum getir “Mungkin untuk melupakanmu” ucapnya sebelum mengakhiri
kalimatnya.
“Aruhi,
aku..” lelaki itu tidak melanjutkan kalimatnya,
“Kenapa?”
“Aku..
aku benar-benar minta maaf”
“Kau
tidak memiliki alasan untuk meminta maaf padaku. Kau tidak memiliki kesalahan
apapun yang harus kumaafkan untukmu”
“Tapi--”
“Kita
sudah terlalu lama ditempat ini, aku harus pergi. Salamku untuk Aiko” ujarnya
menyeka air mata yang masih saja berjatuhan. “Selamat tinggal Shizuyama”
ujarnya melambai dan berlalu pergi meninggalkan lelaki yang sendirian ditrotoar
pinggir jalan raya. Dia melihat gadis itu menyeberangi jalan dan lenyap
ditengah kerumunan.
Itulah
Cinta, datang untuk memuaskan kebutuhan hati yang kosong, lenyap
ditengah-tengah hati yang hancur. Kadang harus merelakan untuk menemukan
permata yang lebih berharga.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon