1 Desember
2013, Cherrystone, washingtone
Aku berdiri didepan
loker, dan kulihat Samantha sedang mengutak-atik isi dalam lokernya.
“Hei, aku mendapat
surat cinta” ujarnya sembari mengaitkan tasnya di bagian pengait loker. Dia
memiliki penggemar?Aku membayangkan bagaimana jika dia seperti Katie dan
teman-temannya.
“Apa dia orang
baik?”
“Tentu saja, kau
mau membaca suratku?”, seperti yang tidak ada aku lakukan saja. Aku tidak
menyempatkan waktuku untuk membaca surat-surat mu Samantha.
“Oh… mungkin tidak.
Eh, ada Daniel” ujarnya yang membuatku mengalihkan mata dari lokerku. Dia dengan
seorang… gadis? Teman entahlah, mungkin teman baru. Gadis berambut hitam lebam
sebahu dan mata hitam pudar yang dilapisi kacamata itu merona, kulihat Daniel
tertawa, aku tidak tahu apa yang dibicarakan oleh mereka, aku dan Samantha
langsung pergi meninggalkan keduanya.
“Kau cemburu?”
tanya Samantha tiba-tiba ketika kami sudah menjatuhkan bokong diatas kursi.
“Menurutmu? Sepertinya
tidak, apa perduliku?”
“Benarkah? Tapi
raut wajahmu, coba kulihat…” ucapnya sambil mengangkat daguku dan aku langsung menepis
tangannya, apa-apa’an itu?
“Kau cemburu, kau
cemburu, kau cemburu…” dia berucap seolah-olah kata-kata itu adalah permainan
baginya. Maybe? Apa benar? Tapi tidak, ketika kulihat wajah gadis itu? Dia
tersenyum kearah Daniel dengan wajah merona, seperti seseorang yang jatuh
cinta. Aah tidak, aku tidak akan melakukan kesalahan lagi.
“Woi… dimana
Daniel?” ujar Ralf yang tiba-tiba datang menghampiri kami
“Mungkin masih
berada didekat loker, dia bersama seorang gadis” Samantha melirik sejenak
kearahku
“Siapa?” Ralf
dengan wajah penasarannya
“Gadis dengan
rambut hitam dan yang menggunakan kacamata itu”
“Oh, dia… kudengar
dia sangat manis. Dialah yang sedang dibicarakan oleh teman-teman baseball ku.
Iya benar, walaupun dia menggunakan kacamata, tapi dia benar-benar manis”
Bicaralah sesuka
kalian berdua, “Bagaimana Ever, kau kalah darinya” ucap Samantha yang tiba-tiba
kudengar deru nafasnya tepat ditelingaku. Aku tidak akan memperdulikan hal itu
lagi, aku akan fokus terhadap pelajaran dan benar-benar melupakannya, yah…
melupakannya. Dan aku tidak akan
melakukan kesalahan lagi.
“Woi, woi, woi…
kenapa wajahmu memerah Ever?”
“Tidak, biasa saja,
berhentilah seperti itu Sam”
“Kau cemburu?”
“Tidak, jangan
menggangguku” ujarku dan berlalu pergi meninggalkan mereka. Apakah aku
benar-benar cemburu? Aah… jika dilihat wajah gadis itu, seperti orang jatuh
cinta.
SCENE Other
Daniel tersenyum
dengan wajah bodohnya kearah gadis dengan rambut lebam sebahu itu.Gadis itu
merasa terhanyut dalam senyuman Daniel.“Oh, itu… aku senang bisa membantumu
dari gadis-gadis yang mengganggumu itu” ujarnya kemudian berlalu meninggalkan
gadis itu. Mata jelinya mengikuti arah Daniel yang pergi, seketika wajahnya
memerah.‘Dia orang yang baik’ gumamnya dalam hati, kemudian berlalu meninggalkan
tempat pertemuan mereka.
Avrilla Raymona,
gadis itu duduk dibangku deretan tengah ketiga. Bisa dibilang dia kurang
pergaulan semenjak menginjak bangku SMA di Cherrystone ini. Dia tidak memiliki
teman, dan selalu sendiri. DIA pemalu
dan pendiam.
“Avril” seru seorang gadis dengan bandana
hitam yang melekat di rambutnya.
“Bisakah kau membantuku sebentar?” ujarnya
ketika Avril menuju kearahnya.
“Apa yang bisa kubantu?” ujarnya malu
sambil memainkan jemari tangannya.
“Bisakah kau mengembalikan sapu itu
diruangan sebelah dan setelah itu menghapus papan tulis? Maaf jika
merepotkanmu”.
“Tentu saja, itu bukan masalah bagiku. Aku
akan sangat senang” dia mengambil sapu dipaling sudut tembok kemudian menuju
kelas sebelah, sekembalinya dia menghapus papan tulis. Semua itu dilakukan agar
dia mendapat teman dan diakui.
Setiap jam istirahat, dia selalu duduk
dianakan tangga dekat kamar mandi. Melihat lalu lalang siswa-sisiwi yang lewat
sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah. Dia jarang kekantin dan kebiasaan
gadis itu adalah duduk sendirian.
“Woy... kau selalu sendiri ya?” sebuah
suara dari belakang membuat dia menoleh.
“Kau... ada apa?” ujarnya kaku.
“Aku heran, kenapa kau selalu sendiri? Apa
kau tidak memiliki teman?” ucap Daniel yang mengambil duduk di sampingnya.
“Mereka semua menjauh, mungkin ada
alasannya”
“Yah... dulu aku juga tidak punya teman,
tapi sekarang aku punya”
“Yang maksud mu teman itu, apa mereka yang
selalu bersamamu, itu. Maksudku, dua orang gadis itu dan –”
“Oh... Ralf, dia temanku. Samantha... dia
orangnya baik dan dia juga temanku” ujarnya berhenti sejenak, seolah menimang sesuatu.
“Lalu, Ever... aku menyukainya” lanjutnya mantap
“Ah...”. ‘Kenapa kau mengatakannya? ’fikir gadis itu,
“Perasaan suka seperti apa yang kau rasakan
terhadap Ever? Apa kau menyukainya sebagai lawan jenismu?” tanya Avril terbata
“Daniel dan kau...” Belum sempat Daniel
menjawab, Samantha sudah menyela diantara mereka.
“Oh... hai Sam, kami sedang membicarakanmu
dan yang lain” Daniel diam. “Dan dia tidak mempunyai teman, dia selalu
sendirian ditempat ini” lanjutnya.
“Aku mengerti perasaanmu”
“Bagaimana kalau kita mencarikan teman
untuknya?” tawar Daniel
“ Ide yang bagus”
“Dimana Ever?”
“Perpustakaan”
“Baiklah, kita akan rapat diperpustakaan”
“Woy, woy... apa kau mau mengganggunya?
Jangan bertindak bodoh Daniel”
“Tidak, ayo... dia akan senang” ajak Daniel
dan diikuti oleh kedua gadis itu. ‘Aku tidak berfikir, Ever akan senang. Kau mulai
membuat masalah Daniel’ batin Samantha.
Perpustakaan sekolah
“Baiklah, semua sudah berkumpul. Kita akan
mulai pertemuan pertama, mencarikan teman yang banyak untuk Avril” ucap Daniel
disela-sela kediaman. Sementara Ever-gadis itu terlihat kikuk berada ditempat itu.
‘Untuk
itu-kah kalian berada ditempat ini? Mengapa kalian menggangguku?’ Ever
membatin.
“Mengapa kalian ditempat ini? Bukankah ada
tempat yang lain?” tanya Ever tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang
dibacanya.
“Maafkan aku” kaku Avril
“Kau harus mengerti Ever, dia sama sekali
tidak punya teman. Dia selalu sendirian”. ‘Mengapa Samantha ikut-ikutan?’ fikirnya lagi.
“Apa kau tidak merasakannya Ever, sakit karena merasa seperti
orang asing dikelasmu sendiri? Sakit karena bersembunyi ditempat lain dan makan
siang sendirian?” ujar Samantha membuat se-dramatis mungkin keadaan.
“Bodoh sekali. Sudahlah, aku pergi” sinis
Ever sambil merapikan buku diatas meja dan memasukkannya kedalam tas.
“Ada apa denganmu Ever? Kenapa kau marah?”
ucap Daniel dan duduk disalah satu kursi. “Jangan menghiraukan kami, kau bisa
meneruskan belajarmu seperti biasa” lanjutnya.
“Aku tidak bisa berkonsentrasi” jejal Ever
“Yah, yah... yang berlalu biarkanlah
berlalu. Dan berikan bantuan pada Avril. Bagaimana Ever?” Samantha menengahi
“Kenapa aku harus membantunya? Jika dia
tidak menyukai keadaannya yang sekarang, biarkanlah dia mengurus dan
memperbaikinya sendiri. Jika dia tidak bisa, itu masalahnya. Biarkan dia
memikirkan apa yang sebenarnya membuat dirinya tidak mempunyai teman. Dan itu
juga bukan urusanku, aku tidak ingin ikut campur” jelasnya, sangat sinis bahkan
tak lupa pula ia menekan setiap kata-perkata yang ia keluarkan.
Avril sedikit tersentak, ‘Ada benarnya juga, aku yang
selalu sendiri ini. Selama ini tidak pernah melakukan apapun. Aku tidak pernah
berusaha. Aku begitu malu, hingga akhirnya aku tak memiliki siapapun yang dapat
kupercayai, aku begitu takut’ dirinya membatin.
“Kau kejam sekali. Itulah salah satu sifat
yang kubenci darimu. Apa masalahmu sebenarnya?” Daniel menimpali, mungkin
tersinggung.
“Aku tidak perduli kau membenciku, jadi
sekarang begitulah. Aku juga sudah muak melihat tingkahmu...” suasana semakin
memanas.
“Hah...” bingung Daniel, Ever membuang
wajah dan berlalu meninggalkan tempat itu.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon